gemuhblanten.desa.id (15/07) Hari ini, Jum’at (15/07), PKK Gemuhblanten yang diwakili oleh Pokja 1 mengikuti webinar parenting yang dibawakan oleh Ustadz Bendri. Acara ini terselenggara atas kolaborasi Dharma Wanita Persatuan Kabupaten Kendal bersama Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Kabupaten Kendal.
Webinar kali ini bertema “Mendidik Anak Tangguh di Era Digital” dan dihadiri oleh lebih dari 340 peserta melalui zoom meeting. Acara dimulai pukul 09.00 WIB sampai 10.30 WIB.
Ustadz Bendri Jaisyurrahman merupakan lulusan FISIP UI, kelahiran Jakarta tahun 1981. Beliau aktif sebagai Muballigh serta Penggiat Keayahan dan Praktisi Parenting Islami.
Berikut beberapa hal penting yang disampaikan pembicara:
Sebagian orang saat ini berpendapat fungsi orangtua saat ini hanya 2, yaitu: memberi nafkah dan memberi izin menikah, padahal orangtua memiliki peranan yang sangat penting dalam memastikan pola asuh anak berada di jalur yang tepat.
Generasi zaman now, disebut juga generasi milenial atau IGeneration, yaitu mereka yang lahir tahun 1995 ke atas dan identik dengan era digital.
Beberapa ciri dari generasi ini antara lain:
Sesuatu yang instant tidak baik meski dalam hal kebaikan. Seperti firman Allah dalam QS Al Qiyamah ayat 16:
لَا تُحَرِّكْ بِهٖ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهٖۗ
Artinya:
“Jangan engkau (Muhammad) gerakkan lidahmu (untuk membaca Al-Qur'an) karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya.”
Anak yang susah diatur, suka melawan, membantah, susah diperintah biasanya disebabkan olah pondasi pengasuhan yang hilang yaitu emotional bonding.
وَاللّٰهُ اَخْرَجَكُمْ مِّنْۢ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْـًٔاۙ وَّجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَالْاَفْـِٕدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Artinya:
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur."(QS An Nahl: 78)
Bila dikaitkan dengan pengasuhan anak, QS An Nahl ayat 78 ini menyiratkan bahwa anak perlu aktif mendengarkan, melihat dan hati (emosi) jadi mudah terpaut pada orangtua.
Bila anak jarang melihat ke orangtua, hati anak jadi susah terikat. Hal ini dapat menimbulkan sindrom “children distrust” yakni ketidak-percayaan anak pada orangtua. Anak lebih percaya kepada artis atau idola mereka.
Identifikasi Masalah Anak
Biasanya ada 2 ciri anak yang bermasalah:
6 Perilaku Negatif Generasi Cyber
Anak tidak mau bersosialisasi, tidak peka pada lingkungan dan orangtua.
Terburu-buru dan tidak teliti. Anak tidak melihat isi konten, tapi langsung membagikannya (share).
Tidak tangguh dalam proses, gampang putus asa. Misal, ketika baru sekolah 2 minggu, anak minta pindah. Atau ketika ia tidak suka dengan satu grup WA, ia langsung left group. Atau ketika baru mulai kerja beberapa hari sudah berhenti.
Techno junkies. Anak tidak bisa lepas dari handphone. Anak dan keluarga serumah tapi tak sejiwa.
Anak terbiasa dengan media sosial, sering melihat postingan gaya hidup yang tidak sesuai dengan lingkungan dan ingin mengikutinya. Anak menuntut ingin punya handphone canggih seperti apa yang ia lihat sehingga gampang terlilit pinjaman online.
Ikut-ikutan dan mudah dipengaruhi. Anak mengikuti tren dari segi pakaian atau cara nongkrong orang kota, meski tinggal di pedesaan.
Apa Yang Harus Dilakukan Orangtua?
1. Membangun Pondasi Yang Kuat
اَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ اَصْلُهَا
ثَابِتٌ وَّفَرْعُهَا فِى السَّمَاۤءِۙ
Artinya:
“Tidakkah kamu memperhatikan bagai-mana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (QS. Ibrahim: 24)
Akar menghujam ke bumi membuat anak tidak mudah goyang. Hindari urutan pengasuhan yang kurang tepat misalnya menekankan hapalan Qur’an tapi tidak menanamkan iman. Kenalkan Allah lebih dulu baru kalamullah.
2. Menguatkan Ikatan Hati
Hati yang terikat mampu membuat akal anak tunduk pada orangtua. Ikatan hati membuat orangtua jadi rujukan nilai, dan tidak ada privasi dengan orangtua. Waspadai anak yang suka mengatakan "That's my privacy" karena ia tidak mau berbagi cerita sehingga hal negatif seperti narkoba bisa mudah masuk. Ibu menjadi magnet agar anak dekat di rumah dan ayah jadi pagar agar anak terselamatkan dari bahaya di luar.
Pertanyaan dari peserta:
Bagaimana cara agar anak bisa leluasa bercerita pada orangtua?
Ada 3 hal yang perlu diciptakan orangtua, yaitu safe, secure dan thrust. Anak harus merasa aman sebelum membuka diri pada orangtua.
Dalam QS Ali Imran ayat 159
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
Artinya:
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.”
Kasih sayang Allah membuat orangtua bersikap lembut pada anak. Rasa percaya yang dibangun hendaknya tidak dari satu pihak. Orangtua dapat mempercayai anak memegang rahasia mereka agar anak merasa istimewa. Ini dikenal dengan istilah self disclosure, yaitu orangtua membuka diri agar anak juga mau bersikap terbuka.
Anak remaja saat di rumah menurut pada orangtua, namun di luar rumah ikut tawuran, bagaimana solusinya?
Hal yang perlu diwaspadai adalah split personality, ibaratnya di rumah sholeh, tapi di luar salah. Orangtua memastikan apakah anak hanya ikut-ikutan tawuran, atau juga disertai perilaku negatif lain seperti apakah juga merokok, pornografi, dan sebagainya.
Kadang remaja menganggap tawuran sebagai hal biasa, bukan kejahatan. Orangtua perlu melihat penyebab tawuran, biasanya anak mengejar pride (harga diri).
Orangtua yang jarang memuji dan cenderung mengkritik menyebabkan anak tidak memiliki pride. Mulailah memandang anak secara positif, berikan pujian untuk hal yang sudah ia lakukan. Misalnya ketika anak sholat subuh, ucapkan “Masya Allah, nak, kamu sudah bangun untuk sholat subuh. Terima kasih, ya.”
Kontributor: Isma
Share :